Tulisan Berjalan

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu"(QS.Muhammad:7)

Selasa, 15 April 2014

Cerpen "Tanda Tangan"

Pertama kali Ayah sangat marah padaku ketika aku masih kelas tiga SD (baru bisa membaca dengan lancar). Ayah marah karena aku tidak mau diajarinya belajar corat-coret kertas yang khusus dibeli Ayah untukku belajar tanda tangan. Waktu itu akubelum mengerti kenapa Ayah harus marah karena aku tidak mau mencoret coret kertas kosong itu.

            “Tinggal corat coret saja. Namamu Akwan. Berarti depannya A setelah itu terserah mau dicorat coret seperti apa.”

            Karena Ayah sudah sangat marah akumenurutinya. Menulis huruf A lalu setelah itu kucorat coret semauku. Aku tunjukkan pada Ayah tanda tanganku. Anehnya Ayah justru semakin marah. Katanya aku tidak berbakat jadi orang sukses. Tanda tanganku tidak bagus. Aku bingung, bukankah Ayah bilang terserah aku mau dicorat coret seperti apa? Sejak hari itu Ayah membelikanku banyak rim kertas. Pokoknya harus sampai bagus.
            Satu minggu, dua minggu, Ayah masih marah. Tak ada perubahan katanya. Akhirnya aku menyerah dan menangis.
            “Ayah kenapa harus belajar tandatangan. Di sekolah kenapa tidak diajarkan?”
            “Tanda tangan itu penting, Akwan.Urusan apapun tidak akan berjalan tanpa tanda tangan.”

            Aku masih belum mengerti. Namun Ayah tetap memaksaku untuk terus mencorat coret kertas yang sudah dibelikannya. Akhirnya ketika pembagian raport, aku lihat tanda tangan wali kelasku. Namanya pak Ali. Aku lihat tanda tangannya, lalu kutiru. Entah kenapa tanganku cepat sekali membuat tanda tangan seperti tanda tangan Pak Ali. Persis. Tanganku bergerak seperti bukan digerakkan oleh syaraf dalam tanganku. Aku tersenyum dan kupikir Ayah juga akan tersenyum. Karena nama pak Ali dan namaku berawal dengan huruf yang sama. Maka kukatakan pada Ayah itulah tanda tanganku. Ayah senang bukan main. Tanda tanganku bagus katanya. Aku berbakat jadi orang sukses. Aku geli dalam hati, padahal itu tanda tangan pak Ali. Apa pak Ali sukses meski tanda tangannya bagus? Dia hanya guru SD yang gajinya baru diberikan selama tiga bulan. Padahal satu bulan cuma 200.000.
            Dan tahukah? Tanganku menjadi tangan yang ajaib. Hanya dengan melihat tanda tangan seseorang, tanganku langsung bergerak sendiri. Dan kabar baiknya lagi tanganku bergerak sama betul dengan gerak tanda tangan aslinya. Pernah kulihat gerak tangan Ayah. Kabar baik iniaku simpan sendiri. Tak pernah kuberitahu pada siapa pun. Termasuk Ayah. Dansampai aku SMP. SMA, dan kuliah aku tidak pernah tahu tanda tanganku seperti apa. Jika disuruh tanda tangan, maka yang kulihat adalah tanda tangan pak Ali.Dan kabar baiknya lagi, Pak Ali sudah lama meninggal sejak liburan kenaikan kelas waktu SD kemarin. Maafkan aku Pak. Aku pinjam tanda tangan Bapak.
            ***
            Aku baru mengerti betapa pentingnya tanda tangan itu setelah menjadi mahasiswa. Teman-teman di kampusku banyak yang menangis karena tidak mendapatkan tanda tangan dari dosen pembimbingnya.
            “Punyaku belum di acc. Padahal sudahsepuluh kali perbaikan.”

Aku baru mengerti betapa pentingnya tanda tangan itu setelah menjadi mahasiswa.Banyak teman-temanku yang stress. Bahkan ada yang berniat bunuh diri karenaproposal skripsi mereka tak juga di-acc. Ada yang sebal karena Dosen pembimbingnya lama pergi ke luar kota. Padahal mahasiswa butuh tanda tangannya.

Aku  baru mengerti betapa pentingnya tanda tangan itu setelah menjadi mahasiswa. Danaku kasihan pada teman-temanku. Aku pikir tiada salahnya jika aku membantumereka. Aku diberikan tangan ajaib. Kenapa tidak? Maka kutawarkan teman-temandi kampus secara diam-diam. Aku katakan aku bisa membantunya.

“Apa kau benar, Akwan. Kau bisa membuat dosen menandatangani proposal skripsiku ini.Jika memang kau bisa membantuku. Aku akan memberikan apa saja yang kamu mau.”Ucap Joni yang jika skripsinya tak selesai semester ini. Maka siap-siaplah drop out. Kasihan sekali.

Aku mengangguk. Joni memberikan proposalnya padaku. Ini urusan gampang. Tinggal meminjam proposal skripsi yang sudah di-acc dosen bersangkutan. Maka tanganku akan bergerak persis seperti sang dosen memberikan tanda tangannya dalam buku.Esoknya kuberikan pada Joni. Ia dapat melanjutkan skripsinya. Betapa senangnya Joni. Saking senangnya diberikannya aku uang sebanyak 500.000. Aku menolak tetapi dia memaksa dan berharap aku dapat membantunya lagi ketika bab-bab dalamskripsinya telah selesai untuk ditandatangai dosen pembimbing.
Berawal dari Joni kabar itu menyebar meski secara diam-diam di kalangan mahasiswa. Joni menyarankan temannya untuk meminta bantuan padaku. Temannya menyarankan lagi ketemannya dan seterusnya.

“Padahal Akwan itu masih semester lima. Tapi kenapa dia bisa membuat dosenmenandatangani skripsi kita? ”

“Betul juga ya. Apa karena Akwan dekat dengan dosen-dosen di sini. Ah tidak juga.Banyak juga dosen yang tak kenal dia.”

“Apadia punya ilmu hipnotis hingga dosen-dosen tak bisa menolak untukmenandatangani skripsi kita.”

“Apa dia menyogok dosen. Tapi tidak mungkin. Kita tahu sendiri dosen di sini tak adayang mau disogok.”

“Ah sudahlah, yang penting kita dapat tanda tangan. Dan kita tak usah pusing-pusingmemperbaiki skripsi kita lagi.”

Pertanyaan-pertanyaan kritis itu pun kerap keluar dari mulut beberapa mahasiswa. Ketika pertanyaan itu langsung ditanyakan kepadaku. Aku tak menjawabnya. Aku katakan kalau mau cepat tak usah banyak tanya. Akhirnya mereka tak lagi menanyakan itu.Bagaimanapun mereka sangat membutuhkan tanda tangan dosen. Apapun caranya.
Sungguh tak perrnah kusangka jika semua ini menjadi pundi-pundi uang bagiku. Mereka selalu memberikan uang ketika melihat skripsi mereka telah ditandatangani. Akhirnya aku manfaatkan kesempatan ini. Aku berikan tarif yang sama. Satu juta sampai sidang skripsi. Aku benar-benar mengerti betapa pentingnya tanda tangan.
Dikalangan mahasiswa hadirnya aku membuat mereka tenang. Namun bagi dosen-dosen,ini semua suatu bentuk penipuan. Ketika sidang  skripsi dosen penguji menyalahkan dosenpembimbing.

“Kenapadi-acc punya si Joni itu. Masih banyak salahnya.Jangankan isi, EYDnya banyakyang salah. Apa yang akan saya tanyakan jika laporannya saja tak beres sepertiini.” Protes dosen penguji
“Maaf Pak, seingat saya, punya si Joni belum saya tanda tangani. “
“SeingatIbu. Lalu ini apa?”
Ibu Dosen itu melihat proposal mahasiswanya. Wajahnya menjadi merah. Tanda tanganitu benar-benar tanda tanganyna. Tak ada sedikit pun yang berbeda. Padahaltanda tangan ibu dosen ini tanda tangan yang paling susah ditiru. Sepertibenang kusut. Ibu Dosen bengong.

“Joni.Apa benar ini tanda tangan ibu?”

Joni gugup. Bingung. Apa mungkin dia harus menyebutkan namaku. Tidak. Joni tidak akan menyebutkan namaku. Semua mahasiswa yang meminta bantuan padaku. Telah berjanji tidak akan menyebutkan namaku di depan dosen manapun. Lagiyan mereka juga akan dimarahi habis-habisan bahkan diberhentikan dari kampus jika dosen penguji tahu mereka meminta pertolongan padaku.

Pelan-pelan Joni mengangguk. Tertunduk. Dosen penguji tak dapat meyalahkan Joni. Dosenpembimbing pun begitu. Dosen pembinbing berpikir mungkin dia lupa atau khilaf. 

Kampus menjadi geger. Karena bukan hanya Joni. Banyak mahasiswa lain pun seperti itu.Bahkan ada mahasiswa yang sama sekali belum pernah menghadap dosen pembimbing tiba-tiba maju untuk sidang skripsi. Tentu saja dosen penguji memprotes kerasdosen pembimbing. Sayangnya hampir semua dosen pembimbing sama. Sama-sama mengatakan bahwa mereka lupa atau khilaf atau tidak mengerti dan sangat aneh.Lalu siapa yang harus disalahkan?

Kabar ini pun sampai juga di telinga Ketua. Ketua langsung mengumpulkan semua dosen.Rapat besar dilakukan.
“Adayang tidak beres dengan kampus kita. Lagian harusnya dosen pembimbing ituperhatian pada bimbingannya. Harus tahu siapa mahasiswa yang dibimbingnya.Harus tahu nomor teleponnya. Kalau mahasiswa tidak menghadap untuk bimbingan, Dosen harus menanyakan ke mahasiswa bersangkutan. Dan kebanyakan kita tidak,mahasiswalah yang mengejar-ngejar dosen untuk bimbingan. Enak kalau dosennyaselalu ada di kampus. Kadang dosen pergi ke luar kota. Mahasiswanya jadikorban. Pusing. Sudah saya bilang dari awal, kampus kita harus mengedepankanpelayanan. Bagaimana pun mereka itu konsumen di sekolah tinggi ini. Dan sekarang? Semua mahasiswa berani memalsukan tanda tangan.” Ketua sekolah tinggiNampak menggebu-gebu. Marah.

“Tapi pak, tanda tangan itu semua asli. Bagaimana mungkin mereka bisa meniru semua tanda tangan kita. Tanda tangan kan unik. Tidak bisa ditiru.”

Pak Ketua meminta contoh skripsi mahasiswa yang bermasalah. Lalu menyuruh dosen pembimbing untuk memberikan tanda tangannya. Benar saja. Sama persis.

“Baiklah.Kumpulkan semua tanda tangan kalian. Biar saya laporkan ke polisi untukmenyelidikinya. Palsu atau asli.”
Satu minggu kemudian polisi datang ke kampus. Aku cemas. Aku ketakutan. Kenapa polisi-polisi itu harus ke kampus. Apa mereka akan menangkapku. Apa ada mahasiswa yang mengadu? Beberapa menit kemudian aku mendengar suara pengumuman.Semua mahasiswa yang skripsi dikumpulkan di aula. Aku semakin ketakutan. Apakahpolisi itu akan menanyai mahasiswa skripsi itu satu per satu?

“Sekarang kalian harus jujur. Siapa yang menandatangani skripsi kalian. Karena semua dosen mengaku lupa atau bingung.”

Hening.Semua menunduk.

“Kenapa menunduk? Ayo jawab?” Kali ini Pak Ketua yang bertanya dengan nada keras.
Masih hening. Semakin tertunduk.

“Baiklah. Kami dari kepolisian sudah menyelidiki keaslian tanda tangan di skripsi kalian.Dan tanda tangan ini asli tanda tangan dari dosen. Hanya kami masih bingung karena dosen-dosen di sini pun mengatakan lupa atau barangkali khilaf.Entahlah…”

Pelan-pelan mahasiswa-mahasiswa yang menunduk tadi mengangkat kepalanya. Tersenyum. Aku pun tersenyum. Lega.

“Apa sebenarnya yang kau lakukan, Akwan. Kenapa semua dosen bingung dan tidakmengerti.” Joni menanyaiku ketika aku berada di kantin.

“Jangan pikirkan itu. Yang terpenting kalian semua selamat.” Jawabku diplomatis.

Kabar baiknya tak perlu lagi sidang skripsi. Semua nilai mahasiswa disamaratakan,diberi nilai B tetapi laporan mereka diminta perbaikan lagi, paling tidakEYDnya, untuk menjadi bukti, meski tak mungkin dipajang di perpustakaan.Skripsi tahun ini benar-benar kacau. Kabar buruknya semua dosen diberipelatihan dengan menghadirkan psikiater ternama. Dosen-dosen tak terima. Merekakan tidak gila?  Tetapi kenapa bisa memberikan tanda tangan begitu saja? Hahaha. Aku lah yang gila.

Aku baru mengerti betapa pentingnya tanda tangan setelah aku menjadi mahasiswa.Karena tanda tangan teman-temanku bisa diwisuda. Si Joni yang hampir DO sangatberterimakasih padaku. Namun di hari bahagia mereka, rombongan polisi datang kerumahku. Aku yang sedang bermain PS bersama Ayah sangat terkejut.  Mereka membawa surat penangkapan. Dan yangakan ditangkap adalah aku.

“Apa masalahnya, Pak. Anakku ini tidak pernah melakukan kejahatan kriminal apa pun.Anakku ini sangat baik.”
“Anakmutelah banyak memalsukan tanda tangan.”

“Tanda tangan?”

“Iya.Kalau Bapak mau tahu, kami bisa jelaskan di kantor polisi.”
Aku tidak percaya. Bagaimana mungkin setelah mereka akan diwisuda aku justru ditangkap. Tanganku diborgol. Aku dimasukkan ke mobil polisi. Kulihat ayahkumenangis.
***
“Semua mahasiswa itu berani bersaksi bahwa kaulah yang telah memalsukan tanda tangan.”
Akusontak terkejut. Semua?
“Iya.Semua mengaku kalau kau yang membantu mereka untuk mendapatkan tanda tangan.”
“Bagaimanamungkin mereka mengatakan itu disaat mereka akan wisuda.”
“Tentusaja. Karena mereka telah mendapatkan ijazah dan kampus tidak mungkin menundawisuda mereka. Kau lah yang bertanggung jawab.”
Akutertawa. Ternyata mahasiswa-mahasiswa itu lebih pintar dari dugaanku.
“Tapi Bapak tak punya bukti?” tantangku.
“Aparatusan mahasiswa itu tak cukup?”
“Iya.Tak cukup. Bukankah sudah diselidiki polisi bahwa tanda tangan itu tak ada yangpalsu.”
Polisiitu terdiam. Meski tak dapat membuktikan kalau aku telah memalsukan tandatangan. Aku masih dimasukkan dalam penjara. Aku tersenyum, tidak ada kesedihan sama sekali. Sebab sebentar lagi aku akan segera pergi dari penjara terkutukini. Tinggal meminta ayah untuk mendapatkan tanda tangan kepala kepolisian.

penulis: Oksa Putra Yuza

Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Komentar