Disini
saya tidaklah bermaksud memuji. saya hanya ingin menceritakan tentang
kesetiaan. tentang kesiagaan seorang laki-laki bernama suami.
sungguh, dia bukanlah seorang ustadz dari harokah tertentu.
dia juga bukanlah seorang aktifis. istrinya juga bukanlah seorang wanita yang
rapat menggunakan hijab.
tapi, terlihat dimata, rumah tangga mereka, laksana rumah
tangga rasulullah saw. mungkin berlebihan rasanya jika saya engatakan seperti
itu, tapi inilah realita yang saya rasakan sejak lima bulan bertetangga dengan
mereka.
istrinya adalah seorang wanita yang pandai sekali
menyambung tali silaturahmi. tak sekedar itu, dia adalah seorang wanita yang
tak pernah ingkar janji.
bagaimana tidak, wanita yang telah 2 kali bersuami dan
memiliki 4 orang anak ini selalu terlihat dikunjungi oleh tetangga-tetangganya
dari rumahnya yang lama.
bukan sekedar itu, karena kerap menyambung tali silahturahmi
inilah, tetangga disekitar rumahnya tak segan2 untuk selalu memberikannya
hadiah.
Subhanallah..
Wanita yang telah 2 kali menikah ini, memiliki 2 anak dari
suami keduannya. jarak usia hampir 10 thn diantara pasangan suami istri ini,
tidak membuat canggung diantara keduannya. lihatlah suaminya, tak pernah
saya dengar suara suaminya sedikitpun ditelinga, secara langsung ataupun tidak
langsung. suaminya adl seorang laki2 yang jarang sekali berbicara. namun
kesiagaannya membantu istrinya, patutlah untuk dipuji dan dicontoh.
dia tak pernah malu untuk mencuci piring disaat istrinya
sedang sibuk menyuapi anak bungsunya makan. ketika istrinya sedang memcuci
pakaian, suaminya yang senantiasa membantu menyiapkan air, dan menjemur
pakaian yang telah dicuci istrinya.
bukan hanya itu, saya mendapati cerita dari istrinya,
bahwa dulu suaminya lah yang kerap memcucikan pakaian.
saya pangling bukan kepalang. disaat laki2 yang lain
cenderung memiliki rasa malu untuk melakukan pekerjaan wanita tetapi seorang
buruh yang payah bekerja diluar rumah tetap mampu memaksimalkan pekerjaan
istrinya dirumah.
"Maka
Nikmat Tuhanmulah yang masih kamu dustakan"
Imam Al-Bukhari mencantumkan
perkataan Aisyah ini dalam dua bab di dalam sahihnya, yaitu Bab Muamalah Seorang (suami) dengan Istrinya dan Bab Seorang Suami Membantu Istrinya.
Urwah bertanya
kepada Aisyah, “Wahai Ummul Mukminin, apa
yang diperbuat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam jika
ia bersamamu di rumah?”, Aisyah menjawab, “Ia melakukan seperti yang dilakukan
salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya, ia memperbaiki
sandalnya, menjahit bajunya, dan mengangkat air di ember.”
Dalam Syama’il karya At-Tirmidzi terdapat tambahan,
“Dan memerah susu kambingnya…”
Ibnu Hajar menerangkan faidah hadis ini dengan mengatakan,
“Hadis ini menganjurkan untuk bersikap rendah hati dan meninggalkan kesombongan
dan hendaklah seorang suami membantu istrinya.”
Sebagian suami ada yang merasa rendah diri dan gengsi jika
membantu istrinya mencuci, menyelesaikan urusan rumah tangga. Kata mereka,
tidak ada istilahnya lagi, nyuci baju sendiri, merapikan rumah yang tidak
bersih, dan jahit baju sendiri. Seolah-olah mereka menjadikan istri seorang
pembantu dan memang tugasnyalah melayani suami. Apalagi jika mereka adalah para
suami berjas berpenampilan necis, pekerjaan seperti ini tentu tidak lauak dan
tidak pantas mereka kerjakan. Atau mereka merasa ini hanyalah tugas ibu-ibu dan
para suami tidak pantas dan tidak layak untuk melakukannya. bahkan kerap kita temuai seorang suami yang ditinggal istrinya berkunjung kerumah orang tuannya, pakaian kotor dan piring bekas dia makan pun ditumpuknya, enggan dia mencucinya. dia tungguh sampai istrinya pulang kerumah. dan ketika istrinya kembali kerumah, didapatinya rumah yang berantakkan, pakaian dan piring2 yang menumpung.
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi
permasalahan rumah tangganya dengan tenang dan bijak, bagaimanapun beratnya
permasalahan tersebut. Beliau juga mampu menenangkan istri-istrinya jika timbul
kecemburuan diantara mereka. Sebagian suami tidak mampu mengatasi permasalahan
istrinya dengan tenang, padahal istrinya tidak sebanyak istri rasulullah dan
kesibukannya pun tidak sesibuk rasulullah. Bahkan di antara kita ada yang
memiliki istri cuma satu orang pun tak mampu mengatasi permasalaha antara dia
dan istrinya.
Ibnu Hajar
mengatakan, “Perkataan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam,
‘ibu kalian cemburu’ adalah udzur dari
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam agar
apa yang dilakukan istrinya tersebut tidak dicela. Rasulullah memaklumi bahwa
sikap tersebut biasa terjadi di antara seorang istri dengna madunya karena
cemburu. Rasa cemburu itu memang merupakan tabiat yang terdapat dalam diri
(wanita) yang tidak mungkin untuk ditolak.”
Rofi’ Maryam (30-3-2014)